Senin, 16 Maret 2009

DALAM DIAM, KITA BERTATAP MUKA

Jaya suprana, pakar kelirumologi – pernah membuktikan kekuatan sebuah kata yang disebut “ diam! “ pada sebuah seminar, begitu tiba gilirannya tampil, jaya datang, duduk, lalu diam selama beberapa menit (tentu dengan mimiknya yang segar dan lucu). Kontan saja, beberapa saat setelahnya para peserta seminar itu tertawa menggelegar.
Ternyata diam itu merupakan kekuatan manusia dan alam semesta yang luar biasa. Rangkaian peribahasa tua relevan dengan kekuatan hakiki keadaan diam bisa disebutkan, mulai dari; air tenang menghanyutkan, tongkosong nyaring bunyinya (kayak lagunya slank aja...), sampai air beriak tanda tak dalam. Kalau kata orang sekarang; silence is golden!.
Raja-raja zaman dulu, misalnya Airlangga, setelah turun tahta, terus mencari “puncak kekuasaan“ dirinya dengan cara mencari “diam“, dengan bertapa atau mengasingkan diri dari keramaian. Namanya menjadi resi Gentayu, sampai ia meninggal tahun 1049 lalu dimakamkan di Tirtha. Istilah yang pernah dilontarkan pak Harto sebelum lengser, sayang dia tak menjalankannya seperti Airlangga.
Celakanya “raja-raja zaman modern“ dan paska modern malah tak bisa “diam“ tak paham ilmu diam. Itu juga banyak terjadi di negeri kita yang modern ini. Tak paham ilmu diam, bisa berarti berarti tak tahu kapan berhenti atau mundur. Bisa juga berti lebih suka bicara dari pada mendengar, seolah tak mau tahu kodrat asali karunia organ manusia yang terkomposisikan dalam “satu mulut dua telinga“
Uraian dan ilustrasi diatas semoga bisa mengirim sinyal halus ke hati nurani kita. Bahwa kadang, kita harus diam di hadapan-Nya. Itu yang selama ini sulit bagi kita lakukan. Bahkan ketika kita berdo’a dan bersimpuh dihadapan-Nya, sejuta pikiran kita, nafsu kita, harapan kita, mimpi kita, terhamburkan keluar melalui mulut kita atau Cuma dalam dada. Kita sibuk dengan diri kita, dengan sejuta keresahan, permintaan, dan seterusnya. Kita sulit diam dihadapan-Nya.
Tatkala kita banyak bicara di hadapan Tuhan, maka dia akan menjadi sang pendiam! Padahal, jika kita rendah hati dan ikhlas mau diam di hadapan-Nya, setidaknya ada dua hal yang akan menjadi berkah: (1) kita justru akan bisa mendengarkan “suara-Nya“, apa kehendak-Nya, rencana-Nya terhadap kita, dan (2) kita bisa duduk berhadapan dengan-Nya dalam keadan sama-sama diam. Ketika diam dan diam-Nya bertemu, kita akan bertatap muka satu sama lain. Kita menatap Dia, dan sang pendiam itu menatap kita! Bukankah ini sebuah kebahagian tiada tara bagi kita manusia yang rendah dan hina ini, karunia besar yang ingin kita nikmati setiap detik dalam hidup, itulah rahasia kekuatan sebuah “diam!“.
Template Design by SkinCorner from Jack Book